Hikmah Menjelang Lebaran

Bismillahi rahmani rahim,

Pertama kali saya tuliskan kisah dibalik Indahnya menanti Hari Idul Fitri tahun 1348H ini, Kali ini tepat di Bulan Ramadhan ke 21 dimana semua orang yang akan pulang kampung harus menyiapkan segala perbekalan dan segala kebutuhannya untuk diperjalanan nanti dan tidak sedikit juga yang menyiapkan segala kegiatan-kegiatannya dirumah bagi orang yang tinggal dikampung halamannya mereka membuat ketupat, opor ayam, rendang dan membuat beberapa macam aneka kue tak lupa mereka membeli di pasaran sekitar karena tidak ingin ribet.

Namun bagi saya melepas bulan Ramadhan ini bukanlah hal yang sangat saya inginkan melainkan inginnya kok selamanya bulan-bulan yang ada dikalender itu semuanya Ramadhan hehe, tapi itu tidak boleh. Bulan Ramadhan sungguh menjadi bulan tempat ladang amal kebaikan bagi seluruh umat islam bagaimana tidak! Pahala orang yang melakukan amalan sunah aja bernilai wajib apalagi yang wajib yah? Subhanallah nikmat Allah Subhana wata’ala memang luar biasa.

Kebetulan saya seorang karyawan di salah satu Perusahaan di Cikarang dan saya pun ikut merasakan setidaknya euphoria suasana mudik lebaran karena dari tempat kerja dengan rumah berjarak kurang jika ditempuh dengan sepeda motor dua jam. Dan ada cerita yang bisa diambil hikmahnya dibalik kisah saya ini.

Ketika semua karyawan lainnya saling mencari tanggal untuk mengajukan cuti agar libur lebarannya lebih panjang mereka saling bergembira karena mereka sudah sangat rindu akan kampung halaman terutama keluarga mereka sedangkan saya berhubung saya baru sebagai karyawan di Perusahaan tersebut maka dengan berat hati saya belum mendapatkan cuti alias masih mengikuti jadwal kerja sebagaimana mestinya. Rasanya memang tidak enak, ngenes banget tapi mau bagaimana itulah peraturan perusahaan. Tapi itu tidak menjadi masalah karena saya rasa masih ada cuti bersama yang biasanya diberikan oleh pemerintah kepada semua karyawan yang bekerja disemua perusahaan manapun jadi mau tidak mau perusahaan harus memberikan haknya itu kepada karyawannya.

Dan ketika rasa bahagia itu sudah muncul, tiba-tiba saya mendapatkan pengumuman dari atasan dengan selembar kertas berisikan jadwal kerja seminggu sebelum lebaran dan seminggu sesudah lebaran dan saya lihat dan baca dulu. Dan ternyata..... Jreeeeng...... Jreeeeeng saya harus masih kerja normal sampai H-1 sebelum lebaran dan H+2 setelah lebaran. Astagfirullah hati tak menentu, rasanya ingin sekali ke kamar mandi lalu cuci muka dan berkaca ‘Apa iya? Gak salah itu pengumuman? Mungkin atasannya salah ketik kali atau lupa atau apa deh pokoknya’ itulah yang terlintas dipikiran saya. Saya heran dan bingung kok bisa setenggang itu harus dapat liburnya? Mepet banget ampun.

Dan saya penasaran, saya tanyakan langsung kepada atasan dan mulai berdiskusi.
Saya       : Selamat siang pak,
Atasan    : Iya, Selamat siang juga. Ada yang saya bisa bantu mas?
Saya     : Oh iya, saya mau menanyakan perihal ini pak. Kok libur lebaran hanya 4 hari itupun dengan Idul Fitrinya. Apa benar memang begitu? Bukannya kita mendapatkan cuti bersama dari pemerintah 5 hari ya? (Saya tanyakan bertubi-tubi karena saya sedikit kecewa, hehe)
Lalu atasan dengan santai nya menjawab pertanyaan saya.
Atasan   : Iya. Jadi begini mas. Karena perusahaan kita memang seperti itu dan mas juga mendapatkan cuti bersama kok itu 1 hari sebelum lebaran dan 2 hari setelah lebaran itu tuh termasuk cuti bersama namun cuti bersama itu nantinya hutang karyawan bagi karyawan yang belum mempunyai hak cuti tapi bagi yang sudah mempunyai hak cuti mereka akan dipotong dengan cuti tersebut. Begitu mas
Saya      : (Bingung! Kok bisa yah begitu. Hati kecewa berat namun tak bisa berbuat) kok bisa begitu yah pak, kenapa harus menjadi hutang bagi karyawan cuti bersama itu?
Atasan     : memang sudah begitu mas peraturan perusahaannyaa
Saya     : (Kalo sudah begitu saya tidak berbuat apa-apa. Skakmat!) Oh ya sudah pak, terima kasih atas informasinya
Atasan     : sama-sama mas.
         Setelah itu saya masih heran sambil menuju ke tempat kerja saya, sambil jalan saya bingung, sedih, kecewa pokoknya semuanya nano-nano banget rasanya. Mau marah tidak bisa bukan hak saya, mau diam saja ya bagaimana rasanya ingin berontak tapi saya sadar saya bekerja disini berarti sudah menerima kebijakan dan harus mentaati peraturan perusahaan. Ya dicoba legowo saja.
         Saat itu mulai maksimalkan kegiatan, mengatur waktu bagaimana bisa ibadah dengan batas waktu dan jauh dari kampung halaman. Dalam bayangan saya perusahaan memberikan libur sebagaimana yang ditetapkan pemerintah jadi saya bisa melaksanakan beberapa agenda di mesjid kampung saya, ikut beritikaf, tilawah bersama dan ikut halaqah bersama teman-teman saya di kampung namun itu sedikitnya harus di rubah karena saya pulang ke kampung h-1 sungguh waktu yang singkat sekali pulang langsung merasakan semarak takbirannya, sungguh luar biasa.
          Lalu libur pun tiba, persiapan dari kost apa saja yang dibawa seperlunya. Sehabis pulang kerja langsung menuju ke Rumah di jalanan sudah ramai oleh kendaraan dari arah serarah dan lawan arah. Diperjalanan sudah terbayang suasana keluarga dan rasanya ingin sekali cepat sampai tiba dirumah. Tidak selang waktu 2 ½ jam perjalanan, Alhamdulillah sampai ditujuan, yaps home sweet home. Tempat yang didambakan. Sesampainya langsung istirahat.
         Paginya saya beserta teman-teman halaqah mengadakan memberikan ta’jil gratis untuk orang-orang yang berpuasa di jalan raya. Persiapan sudah siap dan sorenya tinggal menuju ke tujuan untuk membagikannya bersama setelah selesai masih ada dana tersisa kami langsung berinisiatif untuk memberikan makan malam untuk saudara-saudara kita yang berada di pinggiran jalan sana. Disana saya bersama teman menemukan begitu banyaknya orang dari berbagai kalangan. Sungguh semuanya menjadi pengalaman dan pelajaran bagi saya dimana jangan pernah anggap kecil seseorang dan jangan pula menganggap besar seseorang karena di mata Allah sesungguhnhya kita semua sama yang membedakan adalah amal ibadahnya masing-masing. Disitulah saya beserta teman-teman mulai menggiatkan kegiatan ini untuk kedepannya sungguh kegiatan seperti ini membuat hati kami sadar bahwa masiih banyak yang masih membutuhkan uluran tangan serta bantuan dari kita.
         Esoknya idul fitri tiba, semua warga yang beragama islam mulai bertakbir dan berbondong-bondong mendatangi mesjid sekitar saling bersalaman dan saya bersama keluarga pun sama sungguh hati ini sedih akan berpisah dengan ramadhan mau tidak mau itu sudah menjadi ketentuan meski belum bisa maksimal beribadah, tapi didepan mata kita harus sudah menyambut hari kemenangan, hari idul fitri kemenangan dari melawan hawa nafsu dan semoga kemenangan ini menjadi kekuatan untuk bulan-bulan kedepannya tidak hanya dibulan ramadhan saja.
         Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar semua terdengar mengumandangkan takbir. Ya Allah, semoga Engkau selalu mengampuni dosa kami, kekhilafan kami yang disengaja maupun yang tidak. Setelah selelsai shalat idul fitri saya bersama saling mengunjungi tetangga-tetangga sekitar saling bersalaman (musafahah) tak lupa saudara-saudara. Terutama kepada kedua orang tua, mata ini sungguh tidak bisa membendung tangisan ketika bersalaman kepada orang tua. Begitu banyak kesalahan dan khilaf yang mungkin membuat mereka sakit hati dan tidak senang, semoga Allah mengampuni hambaNya.
         Sungguh lebaran tahun ini menjadi momen yang sangat terbaik bagi saya dan menjadikan diri ini lebih mengenal Pencipta. Mulai memperhatikan saudara-saudara kita yang masih membutuhkan uluran tangan kita bisa jadi uang yang kita anggap sedikit ini dimata mereka itu sangat besar dan berharga sekali. Disitulah saya semakin tunduk, malu akan diri sendiri yang masih selalu meminta lebih dan lebih kepada Allah Subhana wata’ala. Semoga Allah mengampuni dosa saya. Aamiin.

 Saya bersama saudara, selepas shalat idul fitri